Salahsatunya menghadapi para pengkhianat. Pengkhianat nabi kali ini dari kalangan istri. Ternyata tak cuma istri Nabi Nuh yang berkhianat dalam perjalanan sejarah Islam. Selain istri Nabi Nuh, istri Nabi Luth juga dianggap berkhianat kepada sang nabi. Menurut Alquran, istri Nabi Luth tak mampu menjaga rahasia dan ingkar terhadap suaminya. Setelahsampai pada pertemuan 2 lautan 37, nabi Musa as merasa lapar dan menyuruh muridnya 38 untuk membawa bekal tersebut, tetapi lauk ikan yang dibawa dapat keluar dengan cara khariqul adat yaitu terbentuk terowongan bekas jalan yang telah dilalui ikan itu. Nabi Musa as mengambil kesimpulan bahwa itulah jalan yang beliau tuju. GusDur Mìrìp Nabi Khidir ìnì Kìsàhnyà#NabiKhidir#SunanGusDurtonton juga:Kisah Gus Dur Miliki Ilmu Ladunni Bertemu Nabi Khidir As Salahsatunya yakni tentang kisah percintaan sang pendiri Kerajaan Singosari Ken Arok yang bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Seperti diketahui, Ken Arok yang memperistri Ken Dedes setelah merebut tampuk kekuasaan Tunggul Ametung ternyata memiliki cinta lain sebelumnya kepada seorang perawan bernama Umang. Dilansirdari buku Mistresses: A History of the Other Women karya Elizabeth Abbott, gundik pertama yang tercatat dalam sejarah adalah Hajar, seorang budak perempuan keturunan Mesir yang berkulit hitam. Hajar adalah budak Sarah, istri partriark Ibrahim (2000-1720 SM). Ibrahim menjadi seorang laki-laki kaya dalam berbagai hal kecuali keturunan Vay Tiền Trả Góp 24 Tháng. Salah seorang kiai pesantren, pemimpin besar yang dikenal mempunyai keistimewaan ialah KH Abdurrahman Wahid Gus Dur. Bahkan, Gus Dur tak hanya dikenang lewat tulisan-tulisannya, tetapi juga kuburannya yang diziarahi ribuan orang setiap hari. Nilai-nilai kemanusiaan yang dikembangkan oleh Gus Dur membuatnya tak hanya diziarahi umat Islam, tetapi juga masyarakat dari berbagai kalangan dan agama. Diceritakan oleh KH Abdul Moqsith Ghazali 2018, Imam Al-Ghazali pernah berdoa kepada Allah. Dalam doanya, ia berharap kitab yang ditulisnya, Ihya’ Ulumiddin lebih terkenal dibanding kuburannya. Doa tersebut dikabulkan. Saat ini kitab tersebut dikaji di berbagai pesantren dan perguruan tinggi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sebaliknya, kuburan Al-Ghazali tidak banyak yang tahu. Bahkan menurut Kiai Moqsith yang pernah berkunjung ke makam Al-Ghazali, kuburan penulis Kitab Tahafutul Falasifah itu terlihat apa adanya karena baru dua tahun belakangan ditemukan. Artinya, selama ratusan tahun yang ramai diziarahi selama ini bukan makam Al-Ghazali. Salah seorang kiai pesantren yang dikenal mempunyai keistimewaan ialah KH Abdurrahman Wahid Gus Dur. Bahkan, Gus Dur tak hanya masyhur tulisan-tulisannya, tetapi juga kuburannya yang diziarahi ribuan orang setiap hari. Nilai-nilai kemanusiaan yang dikembangkan oleh Gus Dur membuatnya tak hanya diziarahi umat Islam, tetapi juga masyarakat dari berbagai kalangan dan agama. Kiai Moqsith yang juga dikenal dekat dengan Gus Dur saat masih hidup menuturkan, dahulu Gus Dur ditawari umur 90 tahun oleh malaikat. “Buat apa sih umur panjang-panjang, yang sedang sajalah 69 tahun. Akhirnya benar Gus Dur wafat pada usia tersebut,” ungkap Kiai Moqsith saat mengisi forum ilmiah tentang moderasi Islam di Bogor, Jawa Barat baru-baru ini. Kisah tersebut muncul ketika Kiai Moqsith juga menjelaskan riwayat salah seorang sahabat Nabi Muhammad, Sa’ad bin Abi Waqash. Saat itu sahabat Sa’ad didatangi malaikat pada umur 42 tahun dan ingin mencabut nyawanya. Seketika sahabat Sa’ad protes kepada malaikat, karena anak-anaknya yang masih kecil. Akhirnya, sahabat Sa’ad berdoa meminta kepada Allah dan diberikan umur panjang. Dikabulkan oleh Allah, 84 tahun baru meninggal. Kuburan sahabat Sa'ad berada di Kota Guangzhou, Tiongkok China dan ramai diziarahi banyak orang dari mancanegara. Gus Dur meninggal setelah beberapa hari dirawat di Rumah Sakit Cipto Manungkusumo RSCM Jakarta. Baik dalam kondisi dirawat dan setelah kepergiannya, orang-orang tidak pernah berhenti mengunjungi Gus Dur. Bahkan, padatnya pentakziah yang tidak terhitung jumlahnya dari berbagai daerah di Indonesia turut mengantar jenazah putra sulung KH Wahid Hasyim tersebut ke tempat peristirahatan terakhir di komplek makam keluarga Tebuireng, Jombang. Tebuireng saat itu tumpah ruah penuh dengan orang-orang yang ingin menyaksikan proses dikebumikannya Gus Dur. Pesantren Tebuireng penuh dan sesak. Begitu juga jalanan utama di depan pesantren terlihat manusia berbondong-bondong ingin ikut mengantar Gus Dur. Di luar sana, tidak hanya teman-teman Muslim yang memadati masjid, musholla, dan majelis-majelis untuk mendoakan Gus Dur, tetapi juga teman-teman dari agama Konghucu, Katolik, Kristen, Hindu, dan Budha turut meramaikan rumah ibadah masing-masing untuk mendoakan Gus Dur. Bahkan, mereka memajang foto Gus Dur di altarnya masing-masing. Kini, pemikiran, gagasasn, tulisan, dan pergerakan sang zahid Gus Dur yang di batu nisannya tertulis, “Here rest a Humanist” itu tidak pernah kering meneteskan dan mengguyur inspirasi bagi kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara di Republik ini. Begitu juga makamnya yang hingga sekarang terus ramai diziarahi. KH Husein Muhammad Cirebon dalam buku Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus 2015 mengungkapkan persamaan kondisi wafatnya Gus Dur dengan kepergian salah seorang penyair sufi masyhur, Maulana Jalaluddin Rumi dari Konya, Turki. Kepulangan Rumi ke Rahmatullah dihadiri beribu-ribu orang yang mengagumi dan mencintainya. Saat itu, di antara mereka yang berduka ialah para pemimpin, tokoh-tokoh penganut Yahudi, Kristen berikut sekte-sektenya, segala madzhab-madzhab pemikiran, serta rakyat jelata yang datang dari pelosok-pelosok dan sudut-sudut bumi yang jauh. Gambaran singkat dari kepergian dua zahid manusia dengan maqom zuhud yang disambut iringan ribuan orang dari berbagai penjuru serta didoakan pula dari segala penjuru menunjukkan sebuah cinta dan kasih sayang. Rasa tersebut mengkristal dari seluruh komponen masyarakat sebagai wujud cinta dari dua zahid kepada semua manusia ketika hayat masih dikandung badan. Kiai Husein menuturkan, Gus Dur, Maulana Rumi, dan para wali Allah merupakan orang yang selama hidupnya diabdikan untuk mencintai seluruh manusia, tanpa pamrih apapun. Mereka memberikan kebaikan semata-mata demi kebaikan itu sendiri, bukan bermaksud kebaikan tersebut kembali kepada dirinya. Cara hidup demikian diungkapkan dalam sebuah puisi indah gubahan sufi besar dari Mesir, pengarang Kitab Al-Hikam, Ibnu Athaillah As-Sakandari yang sering dikutip Gus Dur dalam banyak kesempatan Idfin wujudaka fil ardhil khumuli, fama nabata mimmaa lam yudfan laa yutimmu nitaa juhu tanamlah eksistensimu di bawah tanah yang tidak dikenal. Sesuatu yang tumbuh yang tak ditanam, akan berbuah segar. Editor Abdullah Alawi loading...Hadis-hadis tentang Nabi Khidir banyak diragukan keshahihannya. Foto/Ilustrasi Ist Banyak hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW mengenai cerita bahwa Nabi Khidir masih hidup dan melakukan pertemuan dengan Nabi Yasa’, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat Nabi, Umar bin Abdul Aziz dan satu hadis itu adalahعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ الْخَضِرَ فِي الْبَحْرِ وَالْيَسَعَ فِي الْبَرِّ ، يَجْتَمِعَانِ كُلَّ لَيْلَةٍ عِنْدَ الرَّدْمِ الَّذِيْ بَنَاهُ ذُوْ القَرْنَيْنِ بَيْنَ النَّاسِ وَبَيْنَ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ ، وَيَحُجَّانِ أَوْ يَجْتَمِعَانِ كُلَّ عَامٍ ، وَيَشْرَبَانِ مِنْ زَمْزَمَ شُرْبَةً تَكْفِيْهِمَا إِلَى قَابِلٍDari Anas bin Malik berkata Rasulullah SAW bersabda "Sesungguhnya Khidir di lautan dan Yasa’ di daratan, keduanya bertemu setiap malam di benteng yang dibangun oleh Dzulqarnain untuk menghalangi manusia dari Ya’juj dan Ma’juj. Keduanya menunaikan haji atau bertemu setiap tahun, dan keduanya minum air Zamzam yang mencukupi untuk tahun berikutnya. Baca Juga Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi dalam tulisannya berjudul "Misteri Kematian Nabi Khidhr" menyebut hadis tersebut adalah Maudhu. Diriwayatkan oleh Harits bin Abu Usamah dalam Musnadnya 2/866/no. 526 dari jalur Abdurrrohim bin Waqid, dari Qasim bin Bahron, dari Abaan dari Anas bin Rahimahullahu Ta’ala berkata dalam Ittihaf Khiyaroh al-Maharoh 9/187 “Sanad ini lemah karena sebagian perawinya tak dikenal.”Sedangkan Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-Aliyah 3/278 mengatakan “Lemah sekali.” Dalam al-Ishobah 2/432 dan az-Zahru Nadhir hlm. 107, beliau menjelaskan sebabnya “Abdurrohim dan Abaan adalah dua rowi yang ditinggalkan haditsnya.” Demikian juga dikatakan oleh as-Suyuthi dalam Jam’ul Jawami’ 1/194, dan as-Suyuthi juga berkata dalam ad-Durr al-Mantsur 4/240 “Dikeluarkan oleh Harits dengan sanad yang lemah sekali dari Anas.” Baca Juga As-Sakhawi dalam al-Maqashidul Hasanah mengatakan termasuk hadis yang lemah sekali tentang Khidir adalah hadis yang diriwayatkan Harits dalam Musnadnya dari Anas dari Nabi. Ditambah lagi, dalam sanadnya juga terdapat Qosim bin Bahron, dia adalah seorang pendusta.” Lihat Ta’liq Syaikh Masyhur bin Hasan terhadap kitab Dzul Qornain wa Saddu Shin hlm. 67 karya Muhammad Roghib ath-Thobbakh.Dan perlu ditegaskan bahwa semua hadits yang menjelaskan tentang kehidupan Nabi Khidir semuanya adalah tidak shahih sebagaimana ditandaskan oleh para ulama ahli hadis. Oleh karenanya, Syaikh al-Albani Rahimahullahu Ta’ala berkomentar tentang hadis ini “Hadis ini palsu, sama halnya seperti semua hadis-hadis yang menjelaskan hidupnya Khidir sebagaimana ditegaskan oleh para ulama peneliti seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah .”Al-Hafizh Ibnul Qoyyim dalam Al-Manar al-Munif juga mengatakan seluruh hadis yang menyebutkan bahwa Khidir masih hidup dan bertemu dengan Nabi Muhammad SW , semuanya tidak ada yang shahih satu hadis pun.”Di tempat lain beliau berkata “Telah datang beberapa hadis tentang hidupnya Khidir, namun tak satu pun hadis tersebut shahih, seandainya bukan karena khawatir terlalu panjang niscaya kami akan memaparkannya dan menjelaskan keadaan para perawinya.” Baca Juga Sedangkan Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam kitabnya "Al-Bidayah wa Nihayah" mengatakan setelah menyebutkan riwayat dan cerita tentang hidupnya Khidir “Semua hadis ini lemah sekali, tidak bisa dijadikan sandaran dalam agama, demikian juga cerita-cerita, tidak luput dari kelemahan dalam sanadnya.” Dalam kitabnya Ujalah Muntadhar fi Syarhi Halil Khidhr”, Abul Faroj Ibnul Jauzi telah mengupas hadis-hadis ini dan menjelaskan bahwa seluruhnya adalah maudhu’ palsu, demikian juga beliau menjelaskan kelemahan sanad atsar-atsar sahabat dan tabi’in secara bagus sekali. Baca Juga mhy Kisah ini bermula saat Nabi Musa alaihis salam ditanya oleh kaum Bani Israil tentang manusia yang paling alim di muka bumi. Dijawab oleh Nabi Musa, “Tidak ada lagi yang paling alim di muka bumi selain aku.” Akibat jawaban itu, Nabi Musa ditegur Allah. Tak hanya itu, Allah juga menurunkan wahyu kepadanya, “Sesungguhnya, aku memiliki seorang hamba di pertemuan dua samudera yang lebih alim darimu.” Nabi Musa menjadi penasaran, “Wahai Tuhanku, bagaimana aku bisa bertemu dengannya?” Allah menjelaskan, “Bawalah olehmu seekor ikan. Lalu simpan dalam keranjang. Di mana ikan itu menghilang, di sanalah hamba itu berada.” Hamba dimaksud tak lain adalah Nabi Khidir alaihis salam Singkatnya kisah, Nabi Musa mengambil seekor ikan lalu memasukkannya ke dalam keranjang. Setelah itu, dirinya berangkat ditemani seorang pemuda muridnya yang bernama Yusya ibn Nun. Tibalah keduanya di sebuah batu besar. Tetapi bermaksud untuk merebahkan kepala sejenak, keduanya justru tertidur. Sementara ikan yang ada dalam keranjang mulai meronta, hingga akhirnya keluar dan terjatuh ke lautan. Kejadian ini pun diabadikan dalam Al-Quran dalam Surat Al-Kahfi, “Lalu ikan itu melompat dan mengambil jalannya ke laut.” Ketika Nabi Musa terbangun, kawannya lupa mengabarkan kepadanya tentang keberadaan ikan. Keduanya justru melanjutkan perjalanannya selama sehari semalam. Keesokan harinya, Musa baru berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” Semula memang Nabi Musa seperti yang tidak mendapati rasa letih, hingga tibalah di tempat yang diperintahkan Allah dan bertanya demikian. Muridnya lantas menjawab, “Tahukah engkau tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa bercerita tentang ikan itu dan tidak ada yang melupakanku kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang sangat aneh.” Benar sekali, ikan itu mengambil jalannya di laut, sehingga Musa dan muridnya pun terheran-heran. Musa kembali berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Akhirnya, keduanya pun kembali. Mengikuti jejak mereka semula. Keduanya menyusuri jejak mereka semula, hingga sampai lagi di baru besar. Tiba-tiba ada seorang pria yang berselimutkan sebuah kain. Musa pun mengucap salam dan dijawab oleh pria berselimut yang belakangan dikenali sebagai Khidir itu, “Bagaimana salam di tempatmu?” Musa lalu memperkenalkan diri, “Aku adalah Musa.” Ditanya oleh Khidir, “Apakah Musa kaum Bani Israil?” Musa menjawab, “Benar. Aku menemuimu agar engkau mengajariku sebuah ilmu.” Kemudian, Musa meminta izin untuk mendampingi dan mengikuti Khidir. Namun, keinginannnya itu diragukan oleh hamba saleh itu, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku, wahai Musa, sebab aku memiliki sebuah ilmu Allah yang telah diajarkan kepadaku, namun tidak engkau ketahui. Begitu juga engkau memiliki ilmu Allah yang telah diajarkan-Nya kepadamu, tetapi tidak aku ketahui.” Musa pun berusaha meyakinkan Khidir, “Insya Allah engkau akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.” Secara tidak langsung, Khidir menjanjikan kepada Musa bahwa kemampuannya untuk bersabar ditentukan oleh perkenan dan kehendak Allah. Tak lupa, sang hamba memberi persyaratan kepada Musa agar tidak bertanya apa-apa kepadanya sampai dirinya menjelaskan semua alasan di balik apa yang dilakukannya. “Jika engkau mengikutiku, janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.” Berjalanlah Nabi Musa dan Nabi Khidir menyusuri pinggiran pantai. Saat ingin menyeberangi pantai yang lain, keduanya mendapati kapal kecil yang tengah mengangkut para penumpang. Untungnya, para awak kapal telah mengenali Khidir. Singkatnya, mereka pun membawa Khidir dan Musa menuju pantai yang dituju tanpa diminta imbalan apa pun. Di saat demikian, keduanya melihat seekor burung yang hinggap di pinggir kapal. Lalu sang burung meminum sedikit air laut dengan paruhnya. Khidir berbisik kepada Musa, “Demi Allah, tidaklah ilmuku dan ilmumu di sisi Allah kecuali seperti air laut yang diambil burung itu dengan paruhnya.” Saat keduanya berada di dalam kapal, Nabi Musa merasa heran luar biasa karena melihat Khidir melubangi kapal tersebut dengan melepas salah satu papannya. Musa pun lupa dan ingkar akan janjinya. Dalam pikirnya, setiap kerusakan di muka bumi adalah kejahatan. Dan kejahatan lebih berat lagi karena dilakukan kepada orang-orang yang telah berbuat baik kepada dirinya. Nabi Musa lantas menanyakannya, “Mengapa engkau melubangi perahu itu yang akibatnya akan menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya engkau telah berbuat satu kesalahan besar.” Di sana Khidir mengingatkan Nabi Musa akan janjinya, “Bukankah aku telah berkata, Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.’" Pertanyaan Nabi Musa yang pertama dilakukannya karena lupa, sebagaimana yang disampaikan dalam Rasulullah saw. Keduanya pun melanjutkan perjalanan. Namun, Nabi Musa kembali melihat keanehan yang dilakukan Khidir saat mengambil seorang anak kecil yang sedang lucu-lucunya dan aktif bermain, kemudian menidurkannya. Anak itu lalu disembelih dan kepalanya dipisahkan dari tubuhnya. Melihat hal itu, lagi-lagi Musa tak mampu bersabar. Ia kembali mengingkari janjinya. Padahal, dirinya tahu akan janji yang telah disampaikannya, “Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya engkau telah melakukan suatu yang mungkar.” Khidir pun melontarkan teguran yang sama kepada Musa, “Bukankah aku telah berkata, “Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan mampu sabar bersamaku." Di sini Musa pun menyadari jika dirinya tidak akan mampu lama-lama menemani Khidir, sang hamba yang saleh itu. Ia tak kuasa melihat setiap kejadian yang dialaminya, sementara dirinya terdiam. Keadaan itu kembali kepada dua hal. Pertama, kembali kepada tabiat Musa. Sebagai sosok yang berjiwa pemimpin, Musa mungkin sudah terbiasa kritis atas setiap apa yang telah dilihatnya. Di saat yang sama, ia tidak terbiasa berdiam diri ketika melihat perkara yang tidak disukainya. Kedua, syariat Musa tidak membenarkan pembunuhan terhadap seorang anak, kemudian membiarkan pembunuhnya, bagaimana pun keadaan pelakunya. Artinya, dalam hal ini, Nabi Musa mengakui kesalahan yang dilakukannya terhadap Khidir. Karenanya, ia kembali meminta kesempatan yang ketiga dan berjanji, jika kembali bertanya sesuatu, dirinya berhak untuk berpisah dan ditinggalkan Khidir. Mereka pun melanjutkan perjalanan sampai di suatu kampung yang penduduknya kikir. Mereka berdua mencari orang-orang yang berkenan menjamu. Namun, tidak mendapatinya seorang pun. Meski demikian, Khidir tetap memperbaiki sebuah dinding rumah di kampung tersebut yang nyaris roboh. Lagi-lagi merupakan perkara aneh. Mereka diketahui sebagai kaum yang kikir, namun Khidir mau memperbaiki dinding rumah mereka tanpa mendapat imbalan apa pun. Di sinilah Musa sudah memilih untuk berpisah dengan Khidir. Hal itu ditunjukkan dalam pertanyaannya tentang alasaan mengapa Khidir mau memperbaiki rumah para penduduk kampung itu tanpa imbalan sedikit pun. Padahal, dari mereka tidak ada yang mau menyambut dan menjamu. Seandainya, Musa bersabar dalam mendampingi Khidir, tentu Nabi Musa akan mendapatkan banyak keajaiban dan rahasia yang dialaminya. Sayangnya, Nabi Musa memilih berpisah setelah Nabi Khidir menjelaskan rahasia di balik semua yang dilakukannya. “Adapun perahu itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut. Maka, aku bermaksud membuatnya cacat karena di hadapan mereka ada seorang raja zalim yang merampas setiap perahu yang terlihat masih bagus,” jelas Nabi Khidir pada Musa. “Adapun anak yang aku bunuh itu, kedua orang tuanya mukmin dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya untuk durhaka dan berbuat kufur.” “Maka, kami menghendaki bahwa Tuhan mereka menggantinya dengan seorang anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada anak itu dan lebih sayang kepada ibu bapaknya.” “Adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota tersebut dan di bawahnya tersimpan harta milik mereka berdua, sedangkan ayah mereka orang saleh. Maka, Tuhanmu menghendaki agar keduanya mencapai usia dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Aku tidak melakukannya berdasarkan kemauanku sendiri. Itulah makna sesuatu yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya,” pungkas Khidir. Pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir ini pun diabadikan Al-Qur'an dalam Surat al-Kahfi mulai ayat 61 sampai ayat 82. Kisahnya diriwayatkan pula oleh Al-Bukhari dalam “Kitab al-Ilm” dari Ibnu Abbas, dari Ubay ibn Kab, tepatnya dalam “Bab Mā Dzukira Dzahāb Mûsā fi al-Bahr ilā al-Khidir,” juz I, halaman 168, nomor hadits 74. Diriwayatkannya pula dalam “Bāb al-Khurūj fî Thalab al-Ilm”, juz I, halaman 174, nomor hadits 78, dan dalam “Bāb Mā Yustahabb li al-Ālim Idzā Su’ila Ayyu al-Nās A’lam? Fayakilu al-Ilm ilāllāh,” juz I, halaman 217, nomor hadits 122. Hikmah Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir Dari kisah di atas ada sejumlah pelajaran yang dapat dipetik 1. Kita sangat dianjurkan untuk berdiskusi atau berdialog dalam urusan ilmu. 2. Seorang alim diwajibkan menyebarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain. 3. Perjalanan menuntut ilmu merupakan perjalanan istimewa. Nabi Musa sendiri menempuh perjalanan yang cukup melelahkan demi menemui seorang yang lebih alim dari dirinya. 4. Kedudukan dan keutamaan dirinya tidak sampai menghalangi Musa untuk menemui dan mengikuti orang yang diharapkannya memberikan ilmu. 5. Kita disyariatkan untuk melayani dan mengabdi kepada ahli ilmu dan pemilik keutamaan. Yusya ibn Nun, misalnya. Ia mengabdi kepada Musa. Begitu pula Anas ibn Mālik juga melayani Rasulullah saw. 6. Seorang hamba diperkenankan bercerita rasa lelah, kesulitan yang dialami, atau keadaan penyakit, dengan catatan tidak membenci atau menyalahkan takdir yang telah ditetapkan untuk dirinya. 7. Khidir tidak mengetahui perkara gaib kecuali yang telah diberitahukan Allah kepadanya. 8. Kisah di atas meyakinkan kepada kita bahwa Allah maha kuasa untuk menghidupkan sesuatu yang sudah mati, seperti menghidupkan ikan yang dibawa Nabi Musa. 9. Melalui hadits itu, kita diajarkan untuk tetap bersikap lemah lembut kepada pengikut atau pelayan kita. Contohnya sikap Nabi Musa terhadap muridnya yang lupa mengabarkan akan hilangnya ikan. 10. Nabi Khidir telah melubangi kapal dan membunuh seorang anak. Namun kemudian dikabarkan bahwa apa yang dilakukannya semata-mata perintah dan kehendak Allah sebagai bentuk kasih sayang-Nya. 11. Seorang yang bermaksud mengerjakan sesuatu di masa yang akan datang, disunnahkan mengucap “insya Allah,” yang artinya jika Allah menghendaki.’ 12. Di antara etika seorang murid atau santri di hadapan gurunya adalah menunjukkan sikap sabar dan menaati setiap perintahnya. 13. Hadits di atas menunjukkan betapa kecilnya ilmu manusia di hadapan Allah. Di dalamnya disebutkan bahwa Khidir berkata kepada Musa, “Tidaklah ilmuku dan ilmumu di sisi Allah kecuali seperti air laut yang diminum oleh burung itu dengan paruhnya.” 14. Hikmah Allah yang ditetapkan bagi para hamba-Nya ternyata tidak terlihat. Baru kemudian, hikmah yang semula dianggap buruk dan ujian oleh seseorang itu menjadi kenikmatan dan kebaikan. 15. Allah mempersiapkan anak yang saleh dengan kesalehan orang tuanya. Dalam kisah di atas, dikatakan bahwa Khidir memperbaiki dinding yang nyaris roboh. Tujuannya untuk melindungi gudang harta yang ditinggalkan kedua orang tua untuk anak-anaknya. 16. Kita juga harus selalu menisbahkan kebaikan kepada Allah. Di saat yang sama, kita juga tidak diperkenankan menisbahkan keburukan pada-Nya. 17. Kita diperbolehkan melakukan sesuatu yang bahayanya lebih ringan demi menghindari bahaya yang lebih berat. 18. Kita tidak dilarang untuk merusak sebagian harta demi menyelamatkan harta yang lebih banyak. 19. Saat bepergian, kita disyariatkan untuk membawa perbekalan. Setelah menempuh perjalanan panjang, Musa meminta muridnya untuk mengambil makanan yang dibekalnya. 20. Seseorang harus berhati-hati mengingkari pendapat para ahli ilmu dan orang-orang saleh. Berusahalah untuk mencari dasar pandangan dan alasan mereka mengapa bertentangan dengan dugaan orang kebanyakan. Lihat Umar Sulaiman, Shahih al-Qashash an-Nabawi, Terbitan Darun-Nafais, tahun 1997, halaman 75. Wallahu a’lam. Ustadz Tatam Wijaya, alumnus Pondok Pesantren Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat. Jakarta - Nabi Khidir menjadi salah satu utusan Allah SWT yang kisahnya ditulis dalam Al Quran. Dituliskan, Nabi Khidir bertemu dengan Nabi Musa dan memulai petualangan yang penuh Nabi Khidir dan Nabi Musa ini diceritakan lengkap dalam Al Quran Surat Al Kahfi ayat 60-82. Ketika itu Nabi Musa diketahui tengah melakukan perjalanan jauh menuju ke arah perjalanan itu, Nabi Musa bertemu dengan seseorang yang dirahmati oleh Allah SWT. Bahkan, dalam surat Al Kahfi ayat 65, Allah SWT berfirman orang itu juga dikaruniai ilmu yang melimpah. Arab فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًاLatin fa wajadā 'abdam min 'ibādinā ātaināhu raḥmatam min 'indinā wa 'allamnāhu mil ladunnā 'ilmāArtinya Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Musa pun bertanya kepada orang itu yang tidak lain adalah Nabi Khidir untuk menjadi muridnya. Nabi Khidir pun menjawab bila Nabi Musa tidak akan sabar قَالَ اِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيْعَ مَعِيَ صَبْرًا وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلٰى مَا لَمْ تُحِطْ بِهٖ خُبْرًاLatin qāla innaka lan tastaṭī'a ma'iya ṣabrā wa kaifa taṣbiru 'alā mā lam tuḥiṭ bihī khubrāDia menjawab, "Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa pun dimulai. Hanya saja, Nabi Khidir meminta agar Nabi Musa tak menanyakan apa pun sampai Nabi Khidir sendiri yang pun melakukan perjalanan dengan menaiki sebuah perahu. Namun, di tengah perjalanan Nabi Khidir melubangi perahu hal itu, Nabi Musa bertanya alasan melubangi perahu. Sebab, hal itu bisa membuat penumpang di atasnya tenggelam. Nabi Khidir pun mengingatkannya bahwa Nabi Musa tidak akan tahan Nabi Khidir selanjutnya, saat ia bertemu dengan seorang anak muda dan membunuhnya. Nabi Musa pun bertanya-tanya penuh misteri alasan perbuatan mungkar Khidir pun lagi-lagi mengingatkan Nabi Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar ketika tengah bersamanya. Mereka pun berjalan bersama kembali hingga di sebuah mereka berdua meminta untuk dijamu oleh para penduduk tidak mau menjamu mereka. Nabi Khidir pun melihat terdapat dinding rumah yang hampir roboh dan hal itu, Nabi Musa pun mengatakan bahwa Nabi Khidir bisa meminta imbalan sebagai gantinya. Mendengar itu, Nabi Khidir pun memutuskan untuk berpisah dengan Nabi Khidir juga menjelaskan berbagai pelajaran yang terjadi selama perjalanan kepada Nabi Musa. Nabi Khidir mengatakan bahwa perahu yang ia lubangi merupakan milik orang di depannya terdapat raja yang merampas setiap perahu. Sehingga hal itu dilakukan untuk menyelamatkan perahu anak muda yang dibunuh merupakan seorang kafir. Sementara, kedua orang tuanya adalah mukmin sehingga Nabi Khidir khawatir jikalau sang anak bisa membawa orang tuanya dalam kisah Nabi Khidir, ia juga berdoa agar Allah SWT memberikan anak yang lebih baik kepada keluarga فَاَرَدْنَآ اَنْ يُّبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِّنْهُ زَكٰوةً وَّاَقْرَبَ رُحْمًاLatin fa aradnā ay yubdilahumā rabbuhumā khairam min-hu zakātaw wa aqraba ruḥmāArtinya Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan seorang anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada anak itu dan lebih sayang kepada ibu bapaknya.Terakhir, Nabi Khidir menjelaskan kepada Nabi Musa perihal dinding rumah yang ia perbaiki. Menurutnya, rumah tersebut miliki dua anak yatim dan di bawahnya tersimpan harta bagi mereka merupakan orang yang soleh. Allah SWT pun menghendaki agar saat dewasa dapat mengeluarkan simpanan tersebut dalam rumah yang kisah Nabi Khidir bisa menginspirasi kita dalam berbuat kebaikan ya! pay/erd Oleh Fathoni Ahmad Qasidah Al-Burdah disusun oleh seorang pujangga tersohor, Imam Syafaruddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid Al-Bushiri 610-695H/1213-1296 M. Al-Bushiri adalah keturunan Berber yang lahir di Dallas, Maroko dan dibesarkan di Bushir, Mesir. Dia murid seorang Sufi Besar, Imam Abu Hasan As-Syadzili dan penerusnya yang bernama Abdul Abbas Al-Mursi, anggota Tarekat Syadziliyah. Di bidang ilmu fiqih, Al-Bushiri menganut madzhab Syafi’i yang merupakan madzhab fiqih mayoritas di Mesir. Qasidah Burdah adalah salah satu karya termasyhur dalam khzanah sastra Islam. Isinya sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad, pesan moral, nilai-nilai spiritual, dan semangat perjuangan. Hingga kini, Qasidah Burdah yang merupakan salah satu karya monumental dalam bidang Sastra Arab masih sering dilantunkan di sejumlah pesantren salaf dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad. Kitab ini juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti bahas Persia, Turki, Urdu, Punjabi, Swahili, Pastum, Melayu, Sindi, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia. Cendekiawan Muslim, KH Abdurrahman Wahid Gus Dur dikenal getol mengkaji Sastra Arab. Hal ini ditunjukkan ketika belajar di Mesir, ia banyak melahap sejumlah karya sastra karangan para ulama klasik. Begitu juga ketika ia melakukan pengembaraan ilmu di Baghdad, karya sastra melimpah di kota 1001 malam ini semakin menggiatkan Gus Dur akan kecintaannya pada karya sastra dalam lintas sejarah peradaban Islam. Di antara karya sastra monumental yang sering dinikmati Gus Dur adalah Qasidah Burdah karya Al-Bushiri sehingga kerap disebut Burdah Al-Bushiri. Rangkaian bait yang disukai Gus Dur dalam Qasidah Burdah di antaranya “Ya rabbi bil musthafa balligh maqashidana waghfirlana maa madha ya waasi’ah karami” Ya Tuhanku, dengan adanya Muhammad Al-Musthafa, sampaikanlah maksud-maksud kami, ampunilah dosa-dosa yang kami lakukan, wahai Tuhanku Yang Maha Luas Pemberiannya. Saat itu, Gus Dur dengan sejumlah rombongan dan santrinya berziarah ke makam Syekh Jumadil Kubro, Mojokerto, Jawa Timur. Sesampainya di makam salah seorang ulama tersohor di Nusantara ini, tetiba Gus Dur mencolek santrinya kepercayaannya untuk membaca bait Qasidah Burdah tersebut. Baca Maman Imanulhaq, Fatwa dan Canda Gus Dur, 2010 Lantunan Qasidah Burdah itu membuat ribuan jamaah juga larut di dalam syair sebagai bentuk ungkapan cinta kepada Nabi Muhammad tersebut. Setiap syair tersebut dibaca, bibir Gus Dur ikut bergetar, wajahnya cerah berkaca-kaca dan tangannya ikut menepuk-nepuk paha pertanda Gus Dur larut dalam syair Al-Bushiri itu. Gus Dur menjelaskan bahwa Qasidah Burdah ini merupakan al-mada’ih an-nabawiyah yang dikembangkan para sufi sebagai cara untuk mengungkapkan perasaan cinta yang mendalam. Qasidah ini terdiri dari 160 bait sajak, ditulis dengan gaya bahasa uslub yang menarik, lembut dan elegan, berisi panduan ringkas mengenai kehidupan Nabi Muhammad, cinta kasih, pengendalian hawa nafsu, pujian terhadap Al-Qur’an, Isra’ Mi’raj, jihad, dan tawasul. Dari tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad yang sering diiringi Qasidah Burdah Al-Bushiri ini, Gus Dur mengambil simpul bahwa peringatan Maulid tidak hanya bersifat seremoni dan peringatan, tetapi juga aksi nyata sebagai upaya meneladani sifat-sifat Nabi Muhammad. Menurut Gus Dur, jika tidak ada penerapan keteladan nyata, Maulid Nabi hanya akan menjadi ritual tahunan. Nubuwah membawa kabar gembira untuk melakukan perubahan di tingkat kehidupan nyata di berbagai level kehidupan masyarakat, terutama masyarakat akar rumput harus diterapkan dan dijalankan dalam kehidupan. Karena menurut Gus Dur, yang lebih penting dan utama dari peringatan adalah membangkitkan kembali semangat kenabian dalam melakukan upaya perubahan sosial agar seluruh umat Islam mampu melakukan perubahan yang diawali dari dirinya sendiri. Penulis adalah Redaktur NU Online

kisah gus dur bertemu nabi khidir